Rindu
Mekkah, rindu Ka’bah, adalah rindu rumah bagi jiwa. Umat Islam
setidaknya punya waktu lima kali sehari buat berjumpa Allah, di mana pun
mereka berada. Tapi, selalu tersisa tanya: kapankah kita bisa menjumpai Allah di rumah-Nya ?
Ka’bah di Mekkah, kita tahu, adalah bangunan tua berbentuk kubus
berjubah hitam. Ukurannya 11,03 m kali 12,62 m, dan tinggi 13,10 m. Pada
saat Nabi Ibrahim dan puteranya, Nabi Ismail, pertama kali ke Mekkah,
bangunan itu sudah ada sejak lama, dan mereka memugarnya,
menyempurnakannya sebagai perlambang rumah Allah.
Pada zaman
Nabi Muhammad pun, saat ia berusia kira-kira 30 dan belum jadi Nabi,
Ka’bah harus dipugar lagi, gara-gara banjir bandang yang melanda pada
tahun 600 Masehi. Kita tahu, waktu itu ada perselisihan antarsuku
tentang siapa yang berhak meletakkan batu Hajar Aswad. Muhammad pun
memberi solusi: semua kepala suku memboyong batu itu ke tempatnya.
Peristiwa ini menaikkan pamor Muhammad di mata penduduk Mekkah, sebagai
pemuda yang berhasil mencegah pertumpahan darah yang serius di Mekkah.
Banyak peristiwa silih berganti di sekitar Ka’bah, bahkan terhadap
Ka’bah sendiri. Kejadian-kejadian bersejarah berupa perang, peralihan
kekuasaan, bencana, yang beberapa kali bahkan sempat menghancurkan
bangunan Ka’bah sendiri. Namun semua itu hanyalah memperkokoh sosok
bangunan Ka’bah sebagai bangunan suci, kiblat salat umat Islam seluruh
dunia sepanjang masa.
Bagaimana Ka’bah tak dirindu. Bukan saja
ia perlambang rumah Allah. Setiap kita salat, di mana pun kita di planet
ini, kita harus menghadap ke arahnya. Terbayang saat kita menutup mata,
bangunan bersahaja itu. Kita ruku’, lalu sujud, dengan harap jiwa kita
melesat ke rumah Allah, bertandang sejenak, mengobrol atau
berhadap-hadapan dengan Sang Khalik, sumber jiwa kita. Kalau sudah
begitu, rasanya akan afdhal hidup kita jika secara fisik pun kita ke
sana, ke Mekkah, setidaknya sekali saja sebelum kita wafat.
Demikianlah kita paham, betapa rindu membuncah ketika penyair Sutardji
Calzoum Bachrie naik haji dan menuliskan puisi Berdepan-depan Dengan
Kabah. Ia menulis: Memang engkaulah tamu, engkaulah tuan rumah itu.
Inilah rumah dirimu. Nah, mulai kini benahi lagi dirimu! O tamu dirimu, o
jiwa batinmu. Roh yang lapar yang haus, ingin mereguk berpuluh-puluh
shalat, mengunyah beratus doa! Jamulah dia. Ikuti maunya! Ingin
berkitar-kitar tawaf, ingin bergegas bolak-balik Safa Marwah. O jiwa
yang resah, kembalilah engkau kepada Tuhanmu.
Kita pun
mengerti, mengapa Imam Hambali sampai rela jadi kuli pembawa barang,
untuk menutupi biaya hajinya. Atau Ibn Abbas tak menyesali dunia yang
terlewat baginya, tapi menyesali mengapa ia tak pernah pergi haji
berjalan kaki. Naik haji, dan segala perjalanan sulit serta rindu yang
menyertainya, adalah perjalanan menyucikan jiwa, sebuah fase perjalanan
pulang jiwa kita sebelum jiwa kita terbang meninggalkan dunia ini
selamanya.
Kalau Mekkah sudah di hati, maka segala aral
rintangan yang menghalangi hanya akan menambah mutu niatan kita pergi ke
tanah suci. Kalaupun akhirnya perjalanan itu tak kesampaian, karena
Haji memang “rukun Islam bagi yang mampu”, jiwa kita telah menapaki
penyucian itu. Seperti kata Emak dalam film Emak Ingin Naik Haji, “Emak
yakin… hati Emak sudah lama ada di sana…”
"Kalau Mekkah sudah di hati, hati kita pun akan tiba di Mekkah" ....
*Yang kangen dan pengen ke Mekkah, Yuk Aamiin, Like dan Share :) semoga
kita semua segera ke sana yah, Aamiin Allohumma aamiin :)
***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Hukum “Pedekate” dengan Facebook dan Alat Komunikasi / sosmed Lainnya
Assalamualaikum wr.wb. Berikut ini adalah salah satu hasil bahtsul masail diniyyah atau pembahasan masalah keagamaan oleh Forum Musyawarah P...
-
Seringkali kita dijebak dengan pertanyaan yang dapat mengguncang tauhid, semisal: “Allah bersifat Maha Kuasa (Qadiran, Muridan). Pertaannya...
-
Syaikh Ibnu Yamun mengisyaratkan hal-hal yang utama untuk berbulan madu, dengan ucapannya: وفضلن غرة الشهر فقد # فضل الايام قل يوم ال...
-
Pada suatu malam Budi, seorang eksekutif sukses, seperti biasanya sibuk memperhatikan berkas-berkas pekerjaan kantor yang dibawanya p...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar