Minggu, 10 November 2013

Kehalalan Menjomblo dalam Qurrat al-'Uyun Syarh Nadzm Ibnu Yamun

Imam al-Qurthubi dalam kitab an-Nikah, yang merupakan syarah dari kitab an-Nikah karangan Iman Muslim, berkata: “Keterangan yang menunjukkan tentang keutamaan nikah terdapat dalam beberapa hadits. Ini merupakan salah satu dari dua pendapat. Pendapat tersebut disampaikan pada masa dimana masih banyak wanita yang mampu membantu suaminya dalam masalah agama dan dunia, serta mampu mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anak.

Adapun pada masa sekarang, maka sudah sepantasnya kita berlindung kepada Allah Swt. dari semua godaan setan dan wanita. Demi Allah yang tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Dia, sesungguhnya sekarang ini membujang dan menyendiri (sebatang kara) telah halal, bahkan sudah nyata sekali alasan untuk lari dari wanita. Tiada daya dan kekuatan untuk taat kepada Allah Swt. kecuali atas pertolonganNya.”

Di dalam kitab ‘Awarif Ma’arif karangan Imam as-Suhrawardi, terdapat keterangan atas kehalalan membujang (menyendiri), yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud Ra. bawa Rasulullah Saw. bersabda: “Sungguh akan datang suatu masa, dimana orang tidak akan dapat menyelamatkan agamanya, kecuali orang-orang yang berpindah dari satu desa ke desa yang lain, dari satu gunung ke gunung yang lain, sebagaimana serigala yang lari dari incaran musuh.”

Para sahabat bertanya: “Kapan masa itu akan tiba, ya Rasulullah?”

Beliau Saw. menjawab: “Tatkala kebutuhan hidup tidak bisa diperoleh kecuali dengan bermaksiat kepada Allah Swt. Apabila situasi sudah demikian, maka membujang halal.”

Para sahabat bertanya: “Kenapa begitu?”

Nabi Saw. menjawab: “Sesungguhnya apabila keadaan dunia sudah demikian, maka kehancuran seseorang ada di tanggan orangtuanya. Jika kedua orangtuanya telah tiada, maka kehancuran ada di tangan istri dan anak-anaknya. Apabila istri dan anak-anaknya telah tiada, maka kehancuran ada di tangan keluarganya.”

Para sahabat bertanya lagi: “Kenapa bisa terjadi seperti itu, ya Rasulullah?”

Rasulullah Saw. menjawab: “Banyak oarang yang menghinanya lantaran mata pencahariannya yang sempit. Kemudian memaksa dirinya untuk melakukan sesuatu di luar batas kemampuannya, sehinga ia terjerumus ke lembah kehancuran.”

Di dalam kitab yang sama, disebutkan sebuah hadits: “Akan datang pada suatu zaman, dimana kehancuran seseorang ada di tangan istri, kedua orang tua dan anak-anaknya. Hal itu terjadi karena berbagai hinaan orang kepadanya atas kemiskinannya. Kemudian mereka memaksanya untuk melakukan sesuatu di luar batas kemampuannya, hingga dia memasuki tempat tempat yang di dalamnya dia rela melepas agamanya. Maka hancurlah dia.”

Tidak ada komentar:

Hukum “Pedekate” dengan Facebook dan Alat Komunikasi / sosmed Lainnya

Assalamualaikum wr.wb. Berikut ini adalah salah satu hasil bahtsul masail diniyyah atau pembahasan masalah keagamaan oleh Forum Musyawarah P...