Sabtu, 16 November 2013

ALLAH MAHA KUASA, BISAKAH ALLAH MENCIPTAKAN SESUATU YANG LEBIH BESAR DARI DIRINYA?

Seringkali kita dijebak dengan pertanyaan yang dapat mengguncang tauhid, semisal: “Allah bersifat Maha Kuasa (Qadiran, Muridan). Pertaannya mampukah Tuhan menciptakan batu yang sangat besar, saking besarnya yang Dia sendiri tidak mampu mengangkatnya?” Atau pertanyaan sejenis lainnya.

Kebanyakan dari kita akan repot-repot berpikir pada pencarian jawaban di antara dua jawaban berikut ini:

1. Kalau dijawab “tidak mampu”, maka bertentangan dengan sifat Allah Yang Maha Kuasa.
2. Kalau dijawab “mampu”, juga bertentanagan dengan sifat Allah Yang Maha Besar.

Perlu sedikit kami perjelas perihal ilmu manthiq, tauhid dan logika. Ilmu manthiq adalah ilmu untuk mengambil suatu istinbath atau kesimpulan. Tauhid adalah ilmu tentang keEsaan Allah. Sedangkan logika adalah akal sehat. Di sinilah ketiga ilmu tersebut perlu digunakan dan dipertemukan.

Secara tauhid yang salah adalah “pertanyaannya”, karena Allah Maha Kuasa tetapi kenapa di sana diajukan kalimat tidak mampu?

Secara ilmu logika pertanyaan ini juga salah. Sebab kalimat “mampukah Tuhan” adalah kalimat positif, sedangkan kalimat selanjutnya dikatakan “menciptakan batu besar yang Dia sendiri tidak mampu” adalah kalimat negatif. Dalam satu kalimat utuh tidak boleh ada kalimat posotif digabung dengan kalimat negatif. 

Semisal, saya seorang guru yang biasa membuat soal ujian. Semua pelajaran telah ia kuasai. Kemudian ada orang bertanya: “Apakah Anda bisa membuat soal yang Anda sendiri tidak mungkin bisa menjawabnya?” Inilah kalimat kontradiktif. 

Sebenarnya dengan kita mempelajari kemudian mengetahui Sifat-sifat Allah yang 20, Wujud, Qidam, Baqa’, Mukhalafatn Lilhawadits, dst. sudah cukup menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dapat menyesatkan. Seperti pertanyaan Allah itu Ada, kemudian hilang tidak ada. Pergi ke mana? Ini menyalahi sifat Allah yang Wujud dan Baqa’.

Perlu diketahui, bahwa perkembangan ilmu serti itu terjadi lebih dari seribu tahun yang lalu dimana umat Islam masih suka sekali dengan perdebatan, hingga Dzat Allah pun menjadi obyek perdebatan. Hal-hal yang rumit seringkali diperdebatkan. Misalnya apakah al-Quran itu makhluk atau kalam Allah? Dari manakah Allah berasal? Di manakah Allah? Terbuat dari apakah Allah? 

Untuk menjawab ini maka dirumuskanlah ilmu tauhid agar ummat tidak terjerumus ke dalam kesesatan. Dasarnya adalah Sifat-sifat Allah, pertanyaan yang bertentangan dengan sifat Allah maka yang salah adalah pertanyaannya, dan jika dijawab maka jawabannya juga pasti salah.

Saya akhiri dengan mengutip kembali status yang telah lalu, berjudul “TAUHID; JAUHILAH 4 PERTANYAAN INI”

من ترك أربع كلمات كمل إيمانه أين ووكيف ومتى وكم،فإن قال لك قائل أين الله؟ فجوابه ليس في مكان ولا يمر عليه زمان، وإن قال لك كيف الله؟فقل ليس كمثله شيئ، وإن قال لك متى الله؟ فقل له أول بلا ابتداء وءاخر بلا انتهاء،وإن قال لك قائل كم الله؟ فقل له واحد لا من قلة قل هو الله أحد 

Barangsiapa meninggalkan 4 kalimat ini (tidak mempertanyakannya) maka sempurnalah keimanannya, yaitu di mana, bagaimana, kapan dan berapa.

1. Jika seseorang berkata kepada Anda: “Di mana Allah?” Maka jawablah: “Dia Ada tanpa tempat dan tidak terikat oleh waktu.”

2. Jika ia berkata: “Bagaimana Allah?” Maka jawablah: “Dia tidak menyerupai suatu apapun dari makhlukNya.”

3. Jika ia berkata: “Kapan Allah Ada?” Maka jawablah: “Dia Allah al-Awwal Ada tanpa permulaan, dan Dia al-Âkhir Ada tanpa penghabisan.”

4. Jika ia berkata: “Berapa Allah?” Maka jawablah: “Dia Allah Maha Esa tiada sekutu bagiNya. Dia Maha Esa bukan dari segi hitungan yang berarti sedikit, akan tetapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagiNya dan tidak ada yang menyerupaiNya.” 

(Syaikh Nawawi bin Umar al-Bantani dalam Kâsyifat as-Sajâ Syarh Safînat an-Najâ halaman 9).

Tidak ada komentar:

Hukum “Pedekate” dengan Facebook dan Alat Komunikasi / sosmed Lainnya

Assalamualaikum wr.wb. Berikut ini adalah salah satu hasil bahtsul masail diniyyah atau pembahasan masalah keagamaan oleh Forum Musyawarah P...