Sabtu, 19 Oktober 2013

Hukum Merayakan Ulang Tahun Menurut Islam

Yang kiranya perlu kita ketahui adalah bahwa baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits Nabi saw. tidak kita temukan perintah yang secara jelas (sharîh) menyuruh kita melakukan perayaan hari ulang tahun, tidak pula kita temukan larangan yang secara jelas (sharîh) tidak membolehkan. Karena tidak ditemukan perintah maupun larangan yang langsung dan jelas, para ulama berupaya melakukan ijtihad. Nah, hasil ijtihad mereka itu kemudian tidak sama. Ada yang cenderung membolehkan, ada yang tidak membolehkan.

Ulama-ulama yang tidak membolehkan perayaan ulang tahun pada umumnya berdalil pada dalil yang bersifat umum seperti sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abû Dâwûd, juga oleh Imam Ahmad:“Barang siapa meniru-niru (ber-tasyabbuh) suatu kaum maka dia termasuk dari golongan mereka.” (Kita lihat redaksi hadits ini bersifat umum, tidak secara khusus menyebut perayaan ulang tahun). Perayaan ulang tahun merupakan kebiasaan masyarakat kafir, masyarakat non-Muslim, maka jika kita melakukannya itu sama dengan kita meniru-niru kebiasaan mereka. Itu artinya, dengan merayakan hari ulang tahun kita bisa terjebak masuk ke dalam golongan mereka, bukan golongan Muslim, berdasarkan hadits tersebut.

Belum lagi pada praktiknya sering sekali ditemukan tindakan-tindakan maksiat di dalam peringatan ulang tahun yang semakin menjadikan ulama memandang perayaan ulang tahun sebagai sesuatu yang negatif. Misalnya, membaurnya laki-perempuan yang bukan mahram sambil menari-nari dan pegang-pegangan, dan sebagainya. Ditambah dengan adanya minuman dan makanan yang aneka macam yang halal haramnya tidak lagi diperhatikan. Juga banyak ditemukan orang tidak shalat gara-gara “sibuk” dengan pesta ulang tahun. Itu semua tentu saja tidak baik.

Sedangkan ulama-ulama yang cenderung membolehkan berargumen bahwa perayaan ulang tahun bukanlah sesuatu yang bersifat ibadah ritual. Dalam hal-hal yang bersifat bukan ibadah ritual, pada prinsipnya segala sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya (al-ashlu fî al-asy-yâ’ al-ibâhah). Lalu, kaitannya dengan meniru-niru (tasyabbuh) orang kafir bagaimana? Menurut kelompok ini, meniru-niru orang kafir dilarang jika yang ditiru itu adalah bagian dari ibadah ritual mereka. Kalau bukan, tentu tidak ada masalah. Kita menggunakan handphone yang digunakan oleh orang kafir, misalnya, itu tidak masalah karena penggunaan handphone bukan bagian dari ibadah ritual orang kafir.

Saya tidak ingin mengajak Anda untuk mengikuti kelompok ini maupun kelompok itu. Tetapi yang terpenting sekali untuk kita pertimbangkan matang-matang sebelum memutuskan merayakan hari ulang tahun (baik untuk orang dewasa maupun untuk anak-anak) adalah asas kemaslahatannya:
Apakah hal itu benar-benar penting, atau masih ada hal lain yang lebih penting? Kita harus bisa memilih mana yang harus kita prioritaskan.

Apa niat kita sebenarnya dalam merayakan ulang tahun (bersyukurkah, pamerkah, bangga-banggankah)?
Kalau memang kita ingin bersyukur dengan cara bersedekah kepada orang lain, bukankah lebih baik bersedekah secara diam-diam dan kepada orang yang lebih membutuhkan?
Apakah dengan perayaan ulang tahun kita semakin bertambah iman, bertambah takwa, bertambah ilmu dan wawasan keagamaan kita, atau justru sebaliknya? Agama sangat mendorong kita untuk terus menerus meningkatkan keimanan (lihat: QS al-Anfâl [8]: 2, dan beberapa ayat lain), meningkatkan ilmu pengetahuan kita (lihat: QS Thâhâ [20]: 114), juga meningkatkan ketakwaan kita (lihat: QS Al-Ahzâb [33]: 70, Al-Hasyr [59]: 18), dan lain-lain.

Semoga Bermanfaat

Tidak ada komentar:

Hukum “Pedekate” dengan Facebook dan Alat Komunikasi / sosmed Lainnya

Assalamualaikum wr.wb. Berikut ini adalah salah satu hasil bahtsul masail diniyyah atau pembahasan masalah keagamaan oleh Forum Musyawarah P...