Dari segi nasab, kakekku adalah seorang sesepuh terpandang di desaku bahkan sampai desa tetangga. Orang tuaku adalah dua sejoli ikhwan-akhwat, sebutan untuk seorang aktivis Islam yang rajin mengaji dan memiliki pemahaman agama yang cukup bagus. Tapi meski demikian, lingkungan dan teman yang kupilih menjerumuskanku ke dalam kerusakan.
Sejak kecil aku tinggal bersama kakek nenekku dari usia 10 bulan hingga 13 tahun.
Kehidupan yang ku jalani bersama mereka begitu indah. Sebagai cucu pertama dari anak pertama, kasih sayang kakek nenekku tumplek blek kepadaku. Apapun yang aku minta selalu dituruti. Tapi, bukan bermaksud menyalahkan kakekku, entah karena dimanja atau memang karena karakterku, aku tumbuh menjadi anak yang bandel. Sangat bandel bahkan untuk ukuran anak perempuan.
Aku di sekolahkan di sebuah sekolah dasar Madrasah Ibtidaiyah. Setelah lulus aku di sekolahkan di SMP Islami. Namun karena aku sangat nakal dan susah diatur, akhirnya aku pun dikeluarkan. Aku dimasukkan di SMP dekat rumahku. Orangtuaku berharap di sekolah yang dekat, aku bisa lebih baik, sebab mereka mengenal cukup dekat beberapa guru dan kepala sekolahnya. Namun untung tak dapat diraih, anak-anak di sekolah tersebut ternyata tak cukup baik alias nakal-nakal, akupun semakin menjadi. Aku berani mengerjai guru perempuan dan guru-guru yang sudah tua. Bolos dan pacaran bukanlah hal aneh bagiku.
Ujian akhir tiba. Karena kemalasanku, aku tereliminasi dari klasifikasi siswa yang lulus. Tak hanya orangtua, kakek pun merasa sangat kecewa. Sedang aku, aku berpikir, adalah wajar jika dalam ujian ada yang lulus dan ada yang tidak. Cuma sayangnya, aku mendapat jatah yang tidak lulus. Begitu pikirku, enteng.
Kedua orangtuaku bingung dan mencoba bertanya kepada kepala sekolah SMP-ku. “Apakah ada sekolah yang menerima anak yang tidak lulus”, kepala sekolahku bilang ada; STM dan SMEA. Orangtuaku berniat memasukkanku ke SMEA. Tentu saja agar aku bisa lebih lunak karena berteman dengan anak-anak perempuan. Tapi tanpa mereka duga aku menolak dan memilih masuk STM. Padahal boleh dibilang, STM itu sekolahnya cowok. Sangat sedikit anak perempuan yang masuk ke sana. Mereka mencoba bersabar dengan menuruti keinginanku. Aku bertingkah lagi, dari dua jurusan yang ada; elektro dan mesin, aku memilih jurusan mesin. Orangtuaku menolak dan memaksaku. Menurut mereka jurusan elektro lebih mending karena terkadang masih ada segelintir anak perempuan. Benar saja, ada 9 siswi di kelas baruku.
Tapi aku sama sekali tak kerasan dan memaksa pindah jurusan mesin, setelah 6 bulan. Orangtuaku pun akhirnya menuruti. Disinilah kebrutalanku mendapat habitatnya hingga mengalami perkembangan yang ‘luar biasa’. Di kelasku, tak satu pun makhluk halus baca: anak perempuan) yang ada selain aku. Semua temanku laki-laki. Jadilah aku seorang perempuan tomboy yang benar-benar mirip lelaki. Seragam ku tak berujud rok melainkan celana. Untuk berangkat agar bisa membonceng. Gaya membonceng ku pun persis sebagaimana gaya cowok.
Tidak cukup, aku ikut ngeband. Aku pernah ikut program musik Indy. Omonganku sudah tidak berbeda dengan omongan preman pasar. Segala bentuk umpatan pernah keluar dari bibirku. Mulai dari yang kasar sampai yang sangat kasar. Pokoknya hampir semua kenakalan cowok pernah aku lakukan, termasuk merokok. Satu hal lagi, aku pernah berkelahi dengan cowok, bahkan ikut tawuran.
Dua tahun di STM benar-benar mengubahku menjadi sosok lelaki berujud perempuan. Kedua orangtuaku sudah kehabisan kesabaran. Orangtuaku mengeluarkanku dan akan memindahkanku ke pesantren. Ibuku mulai mengajariku memakai kerudung besar dan jubah. Aneh sekali rasanya. Di pesantren, aku hanya mampu bertahan sebentar dan keluar.
Pasca keluar dari pesantren, pergaulanku semakin menggila. Aku terjerumus ke pergaulan bebas. Sampai suatu ketika, aku tertimpa masalah yang maaf, aku tidak ingin menceritakannya. Suatu masalah yang seandainya ayahku tahu, mungkin beliau akan membunuhku. Hanya ibu yang tahu. Dengan sabar, beliau menasehatiku. Saat itu, semua keangkuhanku yang dulu serasa runtuh. Jiwa perempuanku serasa kembali merasuk ke tubuhku. Aku menangis.
Bulir-bulir itu terus membasahi pipi. Aku berkata pada bunda,
“Bunda apakah Allah akan menerima dan memaafkan aku?”
bunda pun menjawab dengan penuh kasih sayang, “Umar bin Khatab pun yang kafir, dan sudah membunuh puluhan bahkan ratusan jiwa, Allah mau memaafkan, asalkan kita mau bertaubat nasuha.”
Sebuah jawaban yang sangat menyejukkan. Akupun memberanikan diri menemui ayah dan kakekku. Aku nyatakan kalau aku siap pergi ke pesantren lagi, bahkan aku mengulangi syahadatku, meski mungkin itu tidak perlu.
Semburat kebahagian merekah di wajah mereka. Keharuan menyeruak memaksa air mata menetes. Aku ikhlas jika harus mengulangi dari kelas satu, bersama anak-anak lulusan SMP, meski seharusnya aku sudah lulus SMA. Yang terpenting, aku bisa mendalami agama. Hari demi hari aku jalani kehidupan di pondok. Pengetahuan demi pengetahuan agama mulai ku resap. Akupun mulai memakai jilbab besar bahkan akhirnya bercadar. Semenjak itu aku mulai merasa aman, tenang dan nyaman. Karena aku berada pada jalan yang benar sesuai tuntunannya. Insya Allah.
Itulah kisahku, semoga ada pelajaran yang bisa pembaca petik. Taubat setelah melakukan banyak kesalahan dan dosa adalah baik. Akan tetapi akan lebih baik jika kita bertaubat selagi dosa masih sedikit dan belum tersandung masalah yang pada saat itu kita hanya bisa berangan, andaikan kita bisa mengulangi waktu.
Untuk para remaja dan semuanya, carilah hidayah Allah, karena hidayah Allah tidak datang dengan sendirinya, namun kitalah yang mencari. Dan bagi para akhwat dan ikhwan tetaplah istiqomah di jalan Allah. Insya Allah kita menjadi orang-orang pilihan Allah. (Akwat Irren L).
----
Saudara-saudariku di manapun berada yang semoga selalu dalam naungan perlindungan Alloh Taála.... itulah salah satu contoh sebuah proses kehidupan... karena inti dari kehidupan adalah proses
Proses menuju perubahan yang lebih baik adalah sebuah langkah yang mulia.
Tidak hina karena pernah berdosa. karena Taubat akan menghapus segala kealpaan yang telah lampau.
SAATNYA KITA BERUBAH MENUJU KEPADA YANG LEBIH BAIK....!!!
Nabi Muhammad Sallallahu álaihi wasallam bersabda :
"Di antara kebahagiaan manusia adalah panjang usianya, dan Allah Subhanahu wata'ala memberikan rezeki taubat kepadanya".
[HR Ahmad dan Al Bazzar, dan sanadnya adalah hasan (10/203)]
SEMOGA KISAH NYATA di atas memberikan pelajaran yang bermanfaat kepada kita semua, Aamiin...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Hukum “Pedekate” dengan Facebook dan Alat Komunikasi / sosmed Lainnya
Assalamualaikum wr.wb. Berikut ini adalah salah satu hasil bahtsul masail diniyyah atau pembahasan masalah keagamaan oleh Forum Musyawarah P...
-
Seringkali kita dijebak dengan pertanyaan yang dapat mengguncang tauhid, semisal: “Allah bersifat Maha Kuasa (Qadiran, Muridan). Pertaannya...
-
Syaikh Ibnu Yamun mengisyaratkan hal-hal yang utama untuk berbulan madu, dengan ucapannya: وفضلن غرة الشهر فقد # فضل الايام قل يوم ال...
-
Pada suatu malam Budi, seorang eksekutif sukses, seperti biasanya sibuk memperhatikan berkas-berkas pekerjaan kantor yang dibawanya p...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar